Entri Populer

Rabu, 15 Juni 2011

Guru dan Mutu Guru

              Sebagian guru dianggap mutunya rendah. Benarkah demikian? Masalah rendahnya mutu sekolah di Indonesia ini sudah sangat sering dikeluhkan masyarakat.hal ini peranan guru merupakan salah satu unsur yang dianggap sangat menentukan. Dengan kata lain, rendahnya mutu sekolah di pandang mempunyai kaitan langsung dengan rendahnya mutu guru.Orang tua melihat suatu sekolah terutama dilihat dari mutu gurunya, sebab mutu guru yang rendah menyebabkan mutu sekolah yang rendah pula.Belum tantu dengan adanya sarana dan administrasi yang begitu memadai dapat meningkatkan mutu sekolah. Peningkatan kesejahteraan (gaji) guru lebih mampu meningkatkan mutu dari pada melalui penyadiaan sarana.di Indonesia bahkan masih banyak sekolah yang kebutuhan minimal sarana pendidikan saja juga belim terpenuhi. Sesungguhnya mutu sekolah bukan saja masalah yang dihadapi oleh negara-negara berkembang. Lantas masalah apa sajakah yang sebenarnya dihadapi oleh negara-negara berkembang? Apakah mutu guru yang rendah termasuk salah satu masalah yang dihadapi? Apakah penyebab mutu guru itu rendah?
            Sarana dan fasilitas pendidikan merupakan masalah bagi negara-negara berkembang terutama di Indonesia. Hingga saat ini Indonesia masih merupakan negara yang rendah tinhkat pendidikannya disbanding negara- negara lain. hal ini dapat disebabkan kurangnya sarana dan fasilitas pendidikan, apalagi masih banyak sekolah yang sarana pendidikannya saja  belum terpenuhi. Sarana dan fasilitas dapat menunjang semangat belajar siswa apalagi dizaman yang modern saat ini, sehingga dapat dikatakan  bahwa dengan adanya sarana dan fasilitas yang memadai dapat meningkatkan  mutu pendidikan. Dapat dipastikan apabila sarana dan fasilitas pendidikan yang memadai akan menciptakan generasi yang lebih berpotensi dan lebih tinggi tingkat pendidikannya. Disamping itu ternyata mutu guru jugu menjadi salah satu unsur yang menentukan munculnya generasi muda yang berprestasi. Dapat dikatakan tinggi rendahnya mutu sekolah juga dilihat dari tinggi rendahnya mutu guru. Dengan adanya sarana yang memadai belum tentu dapat meningkatkan mutu sekolah tanpa adanya mutu guru yang tinggi, karena dengan peningkatan kesejahteraan guru lebih mampu meningkatkan mutu daripada melalui penyediaan sarana.
            Menyoal adalah  mempermasalahkan tentang suatu hal. Dalam konteks ini yang dipermasalahkan adalah guru dan mutu yang seharusnya dimiliki. Guru merupakan salah satu unsur yang dianggap sangat menentukan tinggi rendahnya mutu sekolah. Dalam kebutuhan minimal sarana dan fasilitas pendidikan yang relatif terpenuhi nampak bahwa investasi biaya pendidikan melalui peningkatan kesejahteraan guru lebih mampu meningkatkan mutu daripada melalui penyediaan sarana. Apabila dilihat dari segi pelaku persoalan mendasar dari mutu pendidikan adalah kesejahteraan guru. Kesejahteraan meliputi aspek material dan nonmaterial. Nonmaterial misalnya kemudahan naik pangkat, suasana kerja yang sejuk dan perlundungan hukum. Adapun yang termasuk kesejahteraan material adalah gaji, tunjangan dan insentif lainnya. Aspek material khususnya gaji yang harus secara jujur diakui masih sangat minim. Selama ini banyak guru yang mengeluhkan gaji yang terlalu rendah. Hal ini merupakan salah satu alasan kurang optimalnya kinerja guru dalam memberikan suatu pengajaran. Suatu ironi memang, ketika semua pihak berusaha memajukan pendidikan, gaji guru justru menjadi faktor penghambat utama kemajuan tersebut. Alokasi anggaran sebesar 20% pun bukan hal yang mudah untuk dilaksanakan. Ketika banyak kebutuhan yang harus dipenuhi maka anggaran sebesar itu akan dianggap sebagai suatu kesia-siaan belaka. Satu hal yang luput ketika membicarakan mutu guru adalah kualitas yang dimiliki. Ketika kurangnya gaji begitu dipermasalahkan maka kualitas yang sesuai untuk mendapatkan gaji kurang diperhatikan.
Kenaikan gaji cenderung hanya upaya mengimbangi laju inflasi. akibatnya secara riil daya beli para guru umumnya tidak banyak meningkat. Walaupun secara langsung tidak berpengaruh terhadap kualitas guru, tetapi gaji guru dan mutu pendidikan memang tidak terpisahkan. Dinegara-negara lain yang tingkat pendidikannya lebih tinggi, misal Malaysia, mengajarkan bahwa prestasi kerja merupakan fungsi dari imbalan. Makin tinggi imbalan maka makin tinggi kesungguhan, komitmen dan prodiktivitas karja serta makin kecil kemungkinan adanya indisipliner (tindakan tidak taat dengan peraturan yang ada). Belajar dari negara-negara yang tinggi tingkat pendidikannya itulah disediakan sekitar seperempat lebih anggaran untuk sektor pendidikan dan dari jumlah itu sebagian besar adalah untuk kesejahteraan guru. Jika gaji guru meningkat maka akan meningkatkan pula status guru, sehingga mampu menarik calon-calon guru yang berkualitas.
Lembaga pendidikan guru bukanlah idola calon mahasiswa atau orangtua, sebab dalam masyarakat yang cenderung melihat kemampuan ekonomi sebagai ukuran status sosial status guru diamggap “kurang baik” karena pendapatannya rendah. Karena itu jabatan guru tidak menarik minat banyak orang dan jiga tidak menarik bagi para putra-putri terbaik bangsa. Adanya kesempatan untuk menjadi guru yang sempit karena lembaga-lembaga pendidikan justru lebih mengangkat lulusan fakultas murni lantaran kemampuannya dianggap lebih menyebabkan kualitas dan kuantitas yang masuk lembaga pendidikaan guru juga merosot. Konsekuensinya mutu lulusan atau calon guru yang dihasilkan merosot pula, akibatnya mutu pendidikan akan terus merosot pula. Melihat kondisi pendidikan saat ini tidak banyak yang dilakukan dalam usaha menarik minat calon bermutu memasuki lembaga pendidikan guru selama faktor status guru tidak dapat diubah atau diperbaiki. Menaikkan pandangan terhadap profesi guru amat terkait dengan kemampuan keuangan pemerintah, Mengingat pada waktu ini sekolah terutama dikelola oleh pemerintah. Barangkali anggapan-anggapan yang kurang menguntungkan bagi pendidikan guru seperti diatas yang menyebabkan calon guru kurang memiliki motivasi yang kuat.
Lebih parah lagi, sebagian yang dididik sebagai calon guru sekarang sebenarnya tidak ingin menjadi guru oleh karena mereka tahu bahwa profesi guru tidak memberikan kesempatan kepaada mereka untuk menjadi pemimpin, memperoleh harta kekayaan yang banyak, kekuasaan yang cukup, atau pengaruh yang luas. Oleh karena itu sampai saat ini profesi guru dirasa sebagai kerja paksa artinya terpaksa jadi guru karena bidang lain tidak bisa menampungnya, tetapi kerja paksa juga dapat diartikan kerja keras tetapi gajinya kecil. Dimasyarakat yang lebih mementingkan pada pemenuhan kebutuhan materi kedudukan atau pekerjaan guru kurang memperoleh nilai tinggi, sebab walaupun tugas guru itu mulia namun tidak memberi keuntungan materi. Berdasarkan kondisi tersebut maka agaknya repot bagi pendidikan guru untuk menangkis serangan atau kritik tentang mutu lulusannya.Masyarakat mengeluh anak-anaknya diajar oleh guru yang kurang bermutu disisi lain dikhawatirkan semakin merosotnya minat calon mahasiswa yang ingin menjadi guru. Keluhan masyarakat dan kekhawatiran tersebut pada akhirnya dialamatkan kepada pemerintah juga.
Selain faktor individu dan pendidikannya, sarana dan prasarana yang disediakan oleh suatu lembaga penyelenggara pendidikan baik termasuk sekolah negeri dan swasta tampaknya perlu mendapat perhatian lebih. Saat ini sekolah-sekolah yang ada masih kurang memperhatikan kelayakan sarana dan prasarana yang dimilikinya. Memang tidak semua kebutuhan harus terpenuhi. Semua itu tergatung dengan kemampuan dan kebutuhan sekolah yang bersangkutan. Oleh sebab itu, ketersediaan sarana dan prasarana tiap-tiap sekolah tidak dapat disamaratakan. Namun, untuk pendukung kegiatan belajar-mengajar yang bersifat dasar hendaknya tersedia dengan memadai. Hal ini diperlukan agar aktifitas belajar mengajar dapat berjalan sesuai harapan, sehinga kinerja guru akan lebih optimal.
Memang merupakan suatu dilema dan sangat ironis. Saat kita harus berbicara tentang kualitas pengajar maka sarana dan prasarana menjadi hal yang memegang peranan yang sangat penting. Ini dapat dilihat dari ketersediaan sarana untuk mendukung kegiatan belajar mengajar. Ketika kualitas guru yang ada baik, sarana dan prasarana yang ada di sekolah tidak memadai. Sebaliknya, ada sekolah yang memiliki sarana dan prasarana yang cukup memadai namun guru yang bersangkutan tidak memanfaatkannya. Entah karena tidak mau atau karena tidak memiliki kemampuan. Hal inilah yang seharusnya mulai disikapi oleh kalangan pendidikan sendiri.
Dari pembahasan diatas dapat disimpulkan bahwa sampai saat ini memang sudah banyak kebijakan dan strategi untuk memperbaiki mutu sekolah namun hasilnya belum optimal. Jadi sejauh gaji guru masih relatife rendah tampaknya tidak mudah meningkatkan mutu pendidikan. Disitulah titik kelemahan pendidikan di Indonesia, sehingga mutu sekolah sulit ditingkatkan. Oleh sebab itu jika Indonesia benar-benar ingin meningkatkan mutu sekolah, maka sistem penggajian guru secepatnya diperbaiki.
Rendahnya gaji guru saat ini sering disebut sebagai faktor utama penyebab turunnya mutu pendidikan. Namun, benarkah hal itu yang terjadi. Saat ini kita juga harus mulai mempertanyakan kualitas guru secara keseluruhan. Apakah sudah menjadi seorang guru yang profesional ataukah hanya bekerja demi uang. Apakah guru saat ini bekerja dengan menggunakan prinsip do it atau hanya berorientasi pada duit. Itu yang harus kita perrtanyakan. Ketika guru hanya mementingkan duit maka profesi guru hanya dianggap suatu pekerjaan untuk menopang hidup. Guru tidak dianggap sebagai suatu profesi mulia yang akan mendidik generasi penerus bangsa. Sebaliknya, dengan do it maka guru akan memuliakan profesinya sebagai seorang pendidik dan pengajar. Banyak hal selain mengajar yang dapat dilakukan guru untuk mendapat sumber dana. Salah satunya dengan mengadakan penelitian. Di Indonesia masih sangat sedikit guru yang dengan inisiatif sendiri melakuakan penelitian yang berkaitan dengan profesinya. Rata-rata guru hanya mengandalkan gaji yang diterima sebagai sumber pengahasilan. Pola pikir seperti inilah yang harus mulai dirombak untuk mengembangkan pendidikan kita saat ini.
Wiharyanto, A. Kardiyat, 27 Agustus 2005,“Menyoal Guru dan Mutu Guru”, Opini, Kedaulatan Rakyat, Yogyakarta.

APAPUN KURIKULUMNYA, MUTU GURU KUNCINYA

“Educational change depends on what teachers do and think – it’s as simple and as complex as that. It would all be so easy if we could legislate changes in thinking. Classrooms and schools become effective when (1) quality people are recruited to teaching, and (2) the workplace is organized to energize teachers and reward accomplishments. The two are intimately related. Professionally rewarding workplace conditions attract and retain good people.” The New Meaning of Educational Change, 3rd ed. Fullan (2001:115).
best-teacherIni bukan versi iklan ‘Apapun makannya, minumnya…’ tapi judul ini memang perlu saya tampilkan agar para pengambil kebijakan pendidikan d Indonesia sadar bahwa jika mereka ingin membuat perubahan yang berarti dalam bidang pendidikan maka fokus utama mereka haruslah tetap pada kualitas guru.
Seperti yang dikatakan oleh Fullan, kelas dan sekolah baru akan efektif apabila (1) kita merekrut orang-orang terbaik untuk menjadi guru, dan (2) lingkungan kerja guru dibuat nyaman dan kondusif untuk bekerja dan mendorong mereka untuk berkarya agar mereka tidak loncat mencari pekerjaan lain.
Itu kalau kita mau melakukan perubahan dalam pendidikan lho! Tapi kalau sekedar menjalankan pendidikan seadanya ya lakukan saja apa yang sudah dilakukan selama ini.

Memiliki dan mendapatkan guru-guru berkualitas prima itu semakin lama semakin perlu mengingat bahwa dunia pendidikan perlu mengalami perubahan yang sama cepatnya dengan dunia ilmu pengetahuan dan dunia bisnis. Kalau tidak maka dunia pendidikan hanya akan menghasilkan lulusan-lulusan yang ‘katrok’ terhadap perkembangan dunia lain. Apapun perubahan dan inovasi pendidikan yang hendak dilakukan oleh bangsa ini kalau mutu guru rendah maka semuanya akan sia-sia. Segala ambisi besar macam ‘Sekolah Bertaraf Internasional’ pada akhirnya akan kandas bertekuk lutut di kaki guru yang sama sekali tak bertaraf internasional. Paling banter nantinya akan menjadi ‘Sekolah Bertarif Internasional’.
Coba bayangkan betapa ‘katrok’nya dunia pendidikan kita yang lebih dari 90% gurunya ternyata tidak mengenal dunia internet dan tidak punya akses ke dunia maya. Padahal di semua sudut dunia orang dari berbagai macam suku, bangsa, agama, dan pendidikan sudah terhubung dan berkomunikasi dengan internet. Apa jadinya jika orang-orang ‘katrok’ diminta untuk mengadakan perubahan di dunia ini?
PERUBAHAN KURIKULUM
Perubahan kurikulum dalam sistem pendidikan kita adalah sebuah keniscayaan. Kalau tidak berubah berarti kita semakin tertinggal. Kalau sekolah kita tidak mengajarkan pemanfaatan komputer sebagai alat belajar dan internet sebagai sumber belajar maka sekolah kita jelas akan tertinggal jauh di belakang. Kita hanya akan menghasilkan lulusan-lulusan yang tidak kompatibel dengan kebutuhan dunia baru yang mensyaratkan kemampuan memanfaatkan internet sebagai media dalam segala urusan dunia modern. Itu artinya kita hanya akan meluluskan siswa dengan kualitas ‘dunia agraris’ belaka. Sungguh celaka!
Itu sebetulnya sudah dipahami oleh semua pihak. Untuk bisa menghasilkan siswa-siswa yang siap berkompetisi dalam dunia modern maka mereka mesti dididik oleh para guru yang memiliki kapasitas dan kompetensi yang memadai dengan kebutuhan masa depan tersebut. Masalahnya adalah apakah para guru kita mampu untuk diajak terus menerus berlari mengejar perkembangan jaman dan teknologi jika mereka tidak pernah, dan lebih parah lagi, tidak mau dilatih dan dibimbing?
Dunia pendidikan kita memang menghadapi masalah besar dengan kompetensi para gurunya. Seorang pengamat pendidikan dengan masygul berkata bahwa dunia pendidikan kita dilaksanakan oleh mayoritas orang-orang yang tidak kompeten. Menyakitkan tapi memang begitu faktanya. Itu adalah buah dari kebijakan pendidikan sebelum ini yang merekrut guru secara asal-asalan dan pada akhirnya dunia pendidikan diisi oleh orang-orang yang tidak kompeten. Dan kita harus menanggungnya sekarang.
Ironinya adalah bahwa kita hampir tidak punya daya untuk mengubah keadaan tersebut. Berbagai upaya untuk memperbaiki kompetensi dan profesionalisme guru nampaknya selalu terganjal oleh fakta bahwa banyak guru yang tidak mampu (dan juga tidak mau) untuk ditingkatkan kualitasnya. Dari sononya memang sudah ‘katrok’ dan tidak bisa diperbaiki. Hanya sebagian kecil saja guru yang memiliki ‘tulang bagus’ dan bisa dididik dan dilatih ulang.
MUTU GURU KENDALA TERBESAR KURIKULUM KITA
Fakta menunjukkan bahwa mutu guru di Indonesia masih jauh dari memadai untuk melakukan perubahan yang sifatnya mendasar macam mengenal dan menggunakan internet sebagai media pembelajaran. Lebih ke bawah lagi. para guru bahkan belum mengenal pengajaran dengan menggunakan proyek-proyek yang menggabungkan beberapa mata pelajaran sekaligus. Pengajaran tematik bahkan masih asing terdengar oleh para guru. Kurikulum ini hanya dipahami secara parsial sehingga juga diterapkan secara parsial.
Ketidakmampuan memahami pendekatan yang mendasari kurikulum ini membuat para guru tidak berusaha untuk mengubah pola pengajaran lama mereka secara mendasar. Mereka belum mampu untuk melaksanakan KBM dalam sebuah proyek secara bersama dengan guru-guru dari bidang studi lain. Guru belum memahami konstelasi bidang studi yang diajarkannya dalam kaitan dan hubungannya dengan bidang studi lain dan masih melihat berbagai bidang studi secara terpisah dan tersendiri tanpa ada hubungan dengan bidang studi lain. Guru masih melihat bidang studinya berupa ‘text’ dan belum ‘context’ karena metode CTL (Contextual Teaching and Learning) masih berupa wacana dan belum menjadi pengetahuan, apalagi ketrampilan, bagi para guru.
Guru-guru masih terjebak pada filosofi dan pendekatan lamanya. Hal ini nampak jelas pada evaluasi yang mereka lakukan. Evaluasi yang digunakan oleh para guru dilapangan masih berpedoman pada paradigma lama yang hanya mengukur kemampuan kognitif dengan bentuk-bentuk evaluasi yang hampir tidak berubah sama sekali dengan kurikulum sebelumnya. Kesulitan utama pada guru-guru adalah ketidakpahaman mereka mengenai apa dan bagaimana melakukan evaluai dengan portofolio. Karena ketidakpahaman ini mereka kembali kepada pola assesmen lama dengan tes-tes dan ulangan-ulangan yang bersifat cognitive-based semata. Tidak adanya model sekolah yang bisa dijadikan sebagai rujukan membuat para guru tidak mampu melakukan perubahan, apalagi lompatan, dalam proses peningkatan kegiatan belajar mengajarnya.
Sebagian besar guru, bahkan pada sekolah-sekolah yang dianggap unggulan, bahkan belum paham benar dengan prinsip ‘student-centered’ dan kegiatan belajar mengajar masih berpusat pada gurunya. CBSA yang sebelum ini telah dikenalkan masih berupa wacana dan belum menjadi kegiatan sehari-hari di kelas. Mereka hanya mengambil kulit-kulitnya dan tidak paham esensinya. Saat ini sekolah-sekolah berlomba-lomba menerapkan moving class tanpa tahu apa sebenarnya inti dari moving class tersebut sehingga yang terjadi samasekali berbeda dengan apa yang hendak dicapai oleh sistem moving class tersebut. Dan itu juga lagi-lagi karena rendahnya kualitas guru sehingga mereka tidak mampu menyerap dan memahami apa sebenarnya dibalik berbagai perubahan yang terjadi di negara-negara maju. Mereka mengikuti tapi tidak paham apa sebenarnya yang mereka ikuti itu.
Alih-alih berupaya untuk meningkatkan kualitas guru melalui pelatihan yang terporgram secara sistematis dan mendasar pemerintah justru mengeluarkan kebijakan Ujian Nasional yang kontraproduktif tersebut. Bagaimana mungkin sekolah diminta untuk mendidik dan melatih siswa agar memiliki kompetensi tapi dilain pihak pemerintah masih bersikeras menggunakan bentuk evaluasi Ujian Nasional (UN) untuk menentukan kelulusan siswa. Ujian Nasional yang cognitive-based sama sekali tidak sejalan dengan KBK secara filosofis. Seperti yang dikatakan oleh Bagong Suyanto, mantan Ketua Komisi Litbang Dewan Pendidikan Jawa Timur :”Penilaian yang berorientasi pada hasil daripada proses ini, sedikit banyak menyebabkan orientasi siswa menjadi bersifat karbitan, cenderung ingin hasil yang instan, dan ujung-ujungnya yang lahir adalah mental potong kompas: bukan sesuatu yang substansial. implikasi dari model penilaian prestasi belajar siswa semacam ini sebetulnya rawan, menyebabkan terjadinya kualitas pembelajaran menjadi stagnan, bahkan kontra-produktif.” (Kompas, 31 Januari 2005)
Atau seperti yang disampaikan oleh Y Priyono Pasti, Kepala SMA Santo Fransiskus Asisi Pontianak :” Bagaimana mungkin pendidikan kita akan melahirkan generasi muda yang militan, beretos kerja tinggi, siap menghadapi tantangan global, dan dapat bersaing dengan bangsa-bangsa lain ketika proses pembelajaran di sekolah hanya menghamba pada kurikulum, mengabdi pada UN, berkutat pada bagaimana mengerjakan soal-soal dalam LKS/PR, dan menghafal soal-soal dan kunci-kunci jawaban UN yang melecehkan itu? Bukankah UN hanya mengukur pencapaian prestasi akademik siswa terhadap sejumlah tujuan instruksional? Bagaimana dengan prestasi non-akademik yang telah mereka raih?’” Pertanyaan yang sulit untuk kita jawab.
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional sebetulnya sudah sangat jelas mengatur bahwa evaluasi hasil belajar peserta didik dilakukan oleh pendidik (baca: guru) untuk memantau proses, kemajuan, dan perbaikan hasil belajar peserta didik secara berkesinambungan.
Sifat dan Fenomena Perubahan
1.New Materials
Materi baru, apapun itu, merupakan bagian yang tangible dalam suatu inovasi, baik itu berupa benda (komputer baru) ataupun kebijakan (kurikulum baru) sekaligus yang relatif paling mudah diusahakan.
2.New Behaviour/Practices
Yang sulit adalah dalam melakukan perubahan. Keahlian, latihan, dan metoda pelajaran apa yang harus dilakukan jika guru melaksanakan KBM? Perubahan prilaku menunjukkan hal yang lebih rumit. Bahan pelajaran bisa didapatkan dalam semalam, namun ini tidak menjanjikan bahwa besoknya kita menjadi ahli dalam melakukannya. Perubahan adalah sautu proses dan bukan sekedar kejadian. Untuk mengembangkan keahlian secara teus menerus diperlukan upaya pengembangan profesi.
3.New Belief/Understanding
Bagaimana kita memahami perubahan adalah hal yang sangat penting untuk membuat penilaian apakah kita akan melaksanakannya atau tidak dan bagaimana menggunakannya.
BAGAIMANA KUALITAS GURU YANG DIBUTUHKAN AGAR KURIKULUM BISA SUKSES?
Prof. Suyanto Ph.D, Dirjen Mandikdasmen :
“Guru harus diajak berubah dengan dilatih terus menerus dalam pembuatan satuan pelajaran, metode pembelajarannya yang berbasis Inquiry, Discovery, Contextual Teaching and Learning, menggunakan alat bantunya, menyusun evaluasinya, perubahan filosofisnya, dll.”
Achmad Sapari, mantan Kasi Kurikulum Subdiknas TK/SD Dindik Kab. Ponorogo
“Guru harus terus ditingkatkan sensifitasnya dan kreatifitasnya. Sensifitas adalah kemampuan guru untuk mengembangkan kepekaan-kepekaan paedagogisnya untuk kepentingan pembelajaran.”
Jika guru telah memiliki kualitas sebagai guru professional maka tuntutan kurikulum bagaimana pun tentu akan dapat dipenuhinya. Seorang guru profesional adalah bak seorang Chef ahli yang dapat diminta untuk membuat masakan jenis apa pun sepanjang bahan dan peralatannya tersedia. Seorang Chef ahli bahkan bisa membuat masakan yang enak meski bahan dan peralatannya terbatas.
BAGAIMANA UNTUK MENCAPAI ITU SEMUA?
Mulai sekarang rekrutlah guru-guru yang memang memiliki kualifikasi tinggi pada bidangnya. Syarat utama bagi guru untuk dapat mengajar dengan baik adalah guru yang memiliki kapasitas penguasaan materi yang telah memadai. Guru harus benar-benar kompeten dengan materi yang akan diberikannya. Guru yang tidak kompeten tentu tidak akan dapat menghasilkan siswa yang kompeten.
Selain itu guru juga harus memiliki komitmen yang benar-benar tinggi dalam usaha untuk mengembangkan kurikulum ini. Guru yang memiliki motivasi rendah tidak akan dapat melaksanakan KBK ini karena KBK menuntut kerja keras guru untuk mempersiapkan dan melaksanakannya di kelas.
Setelah itu berikan pelatihan tentang pembelajaran sebanyak-banyaknya dan biarkan mereka berkreasi di kelas. Kalau perlu magangkan mereka ke sekolah-sekolah internasional agar mereka melihat langsung bagaimana pendekatan competence-based dilakukan di kelas. Berikan otonomi seluas-luasnya pada mereka untuk mengembangkan kurikulum.
Apabila guru telah dapat menguasai materi yang hendak diajarkannya maka guru harus dapat mengupdate dirinya. Pelatihan terus menerus adalah jawabnya. Baik itu metodologi-metodologi pengajaran yang berkorelasi dengan penguasan KBK, maupun pemahaman filosofi dan paradigma yang menyertainya. Pelatihan ini harus dibarengi dengan usaha-usaha keras untuk mengembangkan sensifitas dan kreatifitas dari masing-masing guru untuk mengembangkan sendiri metodologi yang tepat bagi siswa masing-masing. Practice….practice…. and practice.
Sekolah juga harus terus aktif untuk meningkatkan motivasi dari para gurunya dalam memberikan pengajaran yang terbaik bagi siswa-siswanya, Sekolah berkewajiban untuk meningkatkan kompetensi guru-gurunya dalam memahami materi yang diajarkannya dan metodologi penyampaiannya. Untuk itu sekolah harus secara berkala menyelenggarakan atau mengirim guru-gurunya untuk mengikuti seminar, loka-karya, pelatihan, magang, maupun studi banding ke sekolah-sekolah yang telah mampu melaksanakan sistem pengajaran yang efektif. Minimal guru harus dapat memperoleh 3 (tiga) kali seminar atau pelatihan mengenai bidang studi yang diajarkannya maupun tentang metodologi. Guru juga harus selalu aktif mengikuti perkembangan metodologi pengajaran dengan mengikuti berbagai kegiatan kelompok profesi sejenis maupun melalui buletin-buletin profesi.
Dianjurkan agar sekolah-sekolah mau belajar ke sekolah-sekolah internasional yang ada di kota masing-masing karena mereka telah lama melaksanakan pendekatan ‘student-centered’ maupun ‘competence based’ ini, terutama dalam penerapan evaluasi dengan menggunakan portofolio.
Ibarat koki yang harus memahami dasar-dasar tentang segala jenis bahan makanan dan peralatan masak sebelum ia mampu membuat suatu masakan atau sajian yang benar-benar berkualitas, guru juga harus memahami benar materi yang hendak diajarkannya dan tahu tentang bagaimana mengolahnya menjadi suatu kegiatan belajar mengajar yang mampu mengembangkan kompetensi siswa-siswanya. Dibutuhkan guru–guru profesional untuk dapat mengembangkan kurikulum apa pun dan bukan sekedar guru berkualitas ‘standar’.
Guru profesional bukan hanya harus benar-benar menguasai materi yang harus disampaikannya kepada siswa dan kaitannya dengan tujuan pendidikan nasional secara filosofis maupun praktis. Ia juga harus paham hal-hal mendasar seperti prinsip belajar otak kiri dan kanan, pendekatan Quantum Teaching and Learning, pemahaman tentang Multiple Intelligences dan penerapannya di kelas, Taksonomi Bloom dan aplikasinya pada proses belajar mengajar, metode pengajaran Contextual Teaching and Learning, mengakses dan memanfaatkan internet sebagai wahana belajar, mengorkestrasikan materi yang diajarkannya dengan materi pelajaran lain dalam suatu KBM tematik dalam bentuk project. Guru profesional bukan hanya harus ‘well-performed’, tapi juga harus ‘well-trained’‘, ‘well-equipped’, dan tentunya juga ‘well-paid’.
Selamat berjuang dalam pendidikan!
“Education is a world of change. If you don’t change you rot.”
Balikpapan, 3 Februari 2008
Satria Dharma
Klub Guru Indonesia

Minggu, 12 Juni 2011

INSTRUMEN SEKOLAH STANDAR NASIONAL

  1. Instrumen Standar Isi
  2. Instrumen Standar Proses
  3. Instrumen Standar Kompetensi Lulusan
  4. Instrumen Standar Pendidik dan Tenaga Kependidikan
  5. Instrumen Standar Sarana Prasarana
  6. Instrumen Standar Pengelolaan
  7. Instrumen Standar Pembiayaan
  8. Instrumen Standar Penilaian

INSTRUMEN SUPERVISI

UNDANG-UNDANG / PERATURAN

Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta
Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
Undang-Undang No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen
Undang-Undang No. 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara
PERATURAN PEMERINTAH
Peraturan Pemerintah No. 74 Tahun 2008 tentang Guru
Peraturan Pemerintah No 37 Tahun 2009 tentang Dosen
Peraturan Pemerintah No. 48 Tahun 2008 tentang Pendanaan Pendidikan
Peraturan Pemerintah N0.19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan
Peraturan Pemerintah Nomor. 10 Tahun 2008 tentang Perubahan Kesepuluh Atas Peraturan Pemerintah No. 7 Tahun 1977 Tentang Peraturan Gaji Pegawai Negeri Sipil.
Peraturan Pemerintah Nomor. 8 Tahun 2009 tentang Perubahan Kesebelas Atas Peraturan Pemerintah No. 7 Tahun 1977 Tentang Peraturan Gaji Pegawai Negeri Sipil.
PP Nomor. 41 Tahun 2009 tentang Tunjangan Profesi Guru dan Dosen, Tunjangan Khusus Guru dan Dosen, serta Tunjangan Kehormatan Profesor
Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2010 tentang Pengelolaan dan Penyelenggaraan Pendidikan
Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010 tentang Disiplin Pegawai Negeri
PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL
KETENAGAAN
Permendiknas RI Nomor. 12 th 2007 tentang Standar Pengawas Sekolah
Permendiknas RI Nomor 13 th 2007 tentang Standar Kepala Sekolah
Permendiknas RI Nomor 26 Tahun 2008
Permendiknas RI Nomor 26 Tahun 2008 Tentang Standar Tenaga Laboratorium Sekolah/Madrasah
Permendiknas RI Nomor 27 Tahun 2008
Permendiknas RI Nomor 27 Tahun 2008 Tentang Standar Kualifikasi Akademik Dan Kompetensi Konselor
Permendiknas RI Nomor 24 Tahun 2008
Permendiknas RI Nomor 24 Tahun 2008 Tentang Standar Tenaga Administrasi Sekolah/ Madrasah
Permendiknas RI Nomor 25 Tahun 2008
Permendiknas RI Nomor 25 Tahun 2008 Tentang Standar Tenaga Perpustakaan Sekolah/ Madrasah
SERTIFIKASI GURU DAN DOSEN
Permendiknas RI Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Perubahan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 18 Tahun 2007 Tentang Sertifikasi Bagi Guru Dalam Jabatan
Permendiknas RI Nomor 17 Tahun 2008 Tentang Perubahan Pertama Atas Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 42 Tahun 2007 Tentang Sertifikasi Dosen
Permendiknas RI Nomor 19 Tahun 2008
Permendiknas RI Nomor 19 Tahun 2008 Tentang Perguruan Tinggi Penyelenggara Sertifikasi Dosen Tahun 2008
Permendiknas RI Nomor 63 Tahun 2009
Permendiknas RI Nomor 63 Tahun 2009 Tentang Sistem Penjaminan Mutu Pendidikan
AKREDITASI SEKOLAH
Permendiknas No. 29 Tahun 2005 tentang Badan Akreditasi Nasional Sekolah-Madrasah
Permendiknas No 11 Tahun 2009 tentang Kriteria dan Perangkat Akreditasi SD-MI.
Permendiknas No.12 Tahun 2009 tentang Kriteria dan Perangkat Akreditasi SMP-MTs
Permendiknas No. 52 Tahun 2008 tentang Kriteria dan Perangkat Akreditasi SMA-MA
8 STANDAR PENDIDIKAN DI SEKOLAH
Permendiknas RI Nomor. 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi
Permendiknas No. 23 Tahun 2006 tentang Standar Kompetensi Lulusan
Permendiknas RI Nomor 16 Tahun 2007 tentang Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Guru
Permendiknas Nomor 19 Tahun 2007 tentang Standar Pengelolaan
Permendiknas Nomor 20 Tahun 2007 tentang Standar Penilaian
Permendiknas Nomor 24 Tahuan 2007 tentang Standar Sarana dan Prasarana Sekolah
Permendiknas RI No. 41 Tahun 2007 tentang Standar Proses
Permendiknas RI No. 40 Tahun 2008 tentang Standar Sarana dan Prasana SMK/MAK
Permendiknas Nomor 69 Tahun 2009
Permendiknas Nomor 69 Tahun 2009 tentang Standar Pembiayaan
LAIN-LAIN
Permendiknas No. 3 tahun 2009 tentang Petunjuk Teknis Pelaksanaan Dana Alokasi Khusus (DAK) Bidang Pendidikan Tahun Anggaran 2009.
Permendiknas No 39 Tahun 2009 tentang Beban Kerja Guru dan Pengawas Satuan Pendidikan.
Permendiknas RI Nomor 63 Tahun 2009 Tentang Sistem Penjaminan Mutu Pendidikan
Permen PAN dan Reformasi Birokrasi No. 16 Tahun 2009
Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 16 Tahun 2009 tentang Jabatan Fungsional Guru Dan Angka Kreditnya.
Permen dan Reformasi Birokrasi No. 21 tahun 2010 tentang Jabatan Fungsional Pengawas Sekolah dan Angka Kreditnya
Permendiknas No. 19 tahun 2010 tentang Petunjuk Teknis Pelaksanaan Dana Alokasi Khusus (DAK) Bidang Pendidikan Tahun Anggaran 2010 untuk SMP.
Permendiknas No 17 Tahun 2010
Permendiknas No 17 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Penanggulangan Plagiat di Perguruan Tinggi
Permendiknas No 20 Tahun 2010
Permendiknas No 20 Tahun 2010 tentang Norma, Standar, Prosedur, dan Kriteria di Bidang Pendidikan

BERMAIN YOOOK ....

PENILAIAN BELAJAR

SEPUTAR KTSP

SEKOLAH UNGGUL?

Strategi Pengembangan Sekolah Unggul

Sekolah unggul atau sekolah efektif tentunya merupakan dambaan kita semua. Untuk menuju ke arah sana dibutuhkan strategi yang tepat. Dalam hal ini, Fasli Jalal menyajikan sebuah tulisan tentang konsep strategi untuk menuju sekolah unggul. Dalam tulisannya, dikemukakan pula tentang arti, karakteristik, dan dimensi dari sekolah unggul serta kaitannya dengan gaya manajemen dan lingkungan organisasi. Jika Anda ingin mengetahui lebih lanjut tentang pemikiran dari Fasli Jalal tersebut, silahkan klik saja tautan di bawah ini
============
Materi Terkait:

Jumat, 10 Juni 2011

MUTU SEKOLAH

Peningkatan Mutu Sekolah

Materi yang terkandung pada judul di atas berkaitan dengan tiga masalah utama yang harus sekolah pecahkan:
  • Apakah mutu sekolah?
  • Bagaimana meningkatkannya?
  • Bagaimana sekolah melakukan perbaikan  mutu?
Tujuan pelatihan yaitu agar peserta dapat
  • Menggunakan visi sebagai inti penggerak organisasi.
  • Meningkatkan pemahamannya mengenai mutu sekolah.
  • Mendefinisikan mutu lulusan sesuai dengan target sekolah.
  • Menerapkan pendekatan output dalam menerapkan SNP.
  • Menerapkan pendekatan proses dalam penjaminan mutu pembelajaran.
  • Melakukan perbaikan mutu berkelanjutan atas dasar evaluasi kinerja.
Mutu adalah derajat kebaikan, kehandalan, keunggulan, kepuasan yang tercapai melalui usaha peningkatan. Mutu itu relatif, namun pada mutu memiliki kriteria yang terukur sehingga dalam sistem peningkatan mutu terkandung dua kata kunci yaitu kriteria dan pengukuran.
Peningkatan mutu merupakan serangkaian usaha meningkatkan derajat kebaikan, kehandalan, kecepatan sehingga derajatnya meningkat.  Dalam usaha peningkatan terkandung tahap-tahap kegiatan yang meliputi :
  • Mendefinisikan mutu.
  • Menetapkan kriteria yang terukur.
  • Menerapkan kriteria atau melaksanakan kegiatan
  • Menyusun instrumen pengukuran.
  • Melakukan pengukuran
  • Mengolah data hasil pengukuran.
  • Menggunakan hasil pengukuran sebagai dasar perbaikan mutu.
Sekolah yang bermutu memiliki tujuan yang jelas. Kejelasan ditandai dengan adanya indikator mutu dan kriteria kinerja yang ditetapkan. Contoh indikator kinerja sekolah, menghasilkan mutu lulusan yang berahlaq, lulus ujian nasional, lulus perguruan tinggi, meraih prestasi bertaraf internasional, mampu berkomunikasi dalam taraf internasional. Untuk mencapai itu, maka sekolah menetapkan kriteria mutu belajar siswa.
Apakah mutu sekolah?
Mutu sekolah berkaitan dengan derajat kebaikan, kehadalan, keunggulan sehingga menjadi kepuasan seluruh pemangku kepentingan akibat dari meningkatnya mutu lulusan. Oleh karena itu seluruh usaha sekolah pada prinsipnya diarahkan untuk mewujudkan mutu lulusan sekolah sesuai kriteria.
Mutu yang baik jika memiliki keunggulan pada indikator tertentu dibandingkan dengan produk lain yang sejenis. Poros mutu sekolah ada pada mutu lulusan. Karena itu, sekolah yang bermutu berarti yang dapat menghasilkan mutu lulusan yang lebih unggul daripada lulusan dari sekolah lain yang sejenis.
Mutu lulusan yang bermutu datang dari proses yang bermutu pula yang didukung dengan sumber daya input yang terjaga mutunya.
Mengukur dan Memetakan Mutu
Ukuran mutu itu relatif. Mutu dapat dipetakan secara komparatif dengan  menggunakan pembanding atau benchmarking. Sekolah dapat  membandingkan mutu secara internal dan eksternal. Benchmarking internal berarti membandingkan mutu lulusan antar tahun pada satu sekolah.
Bencmarking eksternal adalah membandingkan mutu yang dihasilkan dengan yang dihasilkan lembaga lain yang sejenis. Dalam menerapkan model ini sekolah harus menetapkan indikator yang spesifik pada komponen input, proses, dan output.
Di samping pemetaan mutu secara komparatif atau kompetitif sekolah  menentukan mutu dengan menggunakan patokan atau standar.  Dengan adanya standar sekolah lebih mudah menentukan derajat  mutunya sehingga bisa memetakan mutu pada posisi kurang, memenuhi kecukupan minimal atau melebihi standar.
Keterkaitan antara komponen sistem dalam penerapan standar dapat dilihat pada gambar pengelompokan komponen standar nasional pendidikan yang meliputi input, proses, dan output.
Komponen input terdiri atas (1) materi pelajaran atau kurikulum, (2) pendidik dan tenaga kependidikan, (3) sarana dan prasarana, dan (4) biaya. Konponen proses meliput (5) pembelajaran, (6) penilaian dan (7) pengelolaan. Komponen output yaitu (8) standar kompetensi lulusan.
Strategi Peningkatan Mutu
Pada pelatihan ini para peserta akan mencoba mendalami  lima strategi utama yang menjadi bahan pelatihan.  Ada pun kelima strategi itu meliputi (1) Visi dan Misi sebagai Poros Pembaharuan (2) Meningkatkan Pengetahuan dan Keterampilan Terbaik (3) Meningkatkan Mutu Berbasis SKL (4) Meningkatkan Penjaminan Mutu Proses  (5) Peningkatan Mutu Berbasis Data
Pertama, Visi dan Misi sebagai Poros Pembaharuan
Menggunakan visi dan misi sebagai poros pembaharuan. Peningkatan mutu dijabarkan dari visi dan misi ke dalam aksi sehari-hari. Dalam penerapan strategi ini sekolah perlu menjabarkan visi dan misi ke dalam berbagai indikator keberhasilan.
Keberhasilannya sangat ditentukan oleh keterampilan tiap individu dan kelompok untuk menjabarkan dan merealisasikan dalam opersional pelaksanaan pada tanggung jawab masing-masing.
Untuk memastikan bahwa seluruh pergerakan mengarah pada peingkatan mutu yang diharapkan diperlukan penguasaan seluruh warga untuk menjadikan visi dan misi sebagai kompas. Meningkatkan apresiasi warga terhadap visi sebagai kompas internal, meningkatkan keterampilan terbaik untuk mengubah visi menjadi aksi.
Latihan Satu  :
  • Apakah visi sekolah sudah mengandung nilai-nilai keunggulan bertaraf internasional?
  • Apakah visi itu sudah Saudara jabarkan dalam indikator keberhasilan?
  • Taget kinerja seperti apa yang sebaiknya Saudara tetapkan dalam mata pelajaran yang Saudara ampu?
  • Apakah kinerja Saudara sudah sesuai dengan target visi misi?
Kedua, Peningkatan pengetahuan dan Keterampilan Terbaik
Keberhasilan sekolah dalam meningkatkan kapasitas pembaharuannya bergantung pada daya adaptasi sekolah mengembangkan kompetensi pendidik dan tenaga kependidikan menguasai ilmu pengetahuan dan keterampilan terbaiknya.  Pengetahuan dan keterampilan yang adaptif terhadap tiap perubahan jaman serta adaptif terhadap perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Pengetahuan dan keterampilan yang adaptif untuk selalu melakukan pembaharuan mutu pembelajaran. Menghasilkan produk belajar tidak hanya dalam bentuk ilmu pengetahuan namun dapat menghasilkan produk-produk yang kreatif dan selalu terbarukan.
Peningkatan penguasaan ilmu pengetahuan dan mengaplikasikan ilmu pengetahuan merupakan bidang yang kritis karena harus selalu kompetitif pada ajang persaingan bangsa di tengah-tengah kehidupan internasional yang sangat dinamis. Dinamikanya ditandai dengan semakin derasnya temuan-temuan baru di bidang teknologi  yang menyebabkan kebaruan setiap produk inovatif makin pendek karena segera digantikan oleh penemuan berikutnya.
Strategi pembelajaran pun berkembang sangat cepat sejalan dengan perkembangan dalam bidang teknologi informasi yang sangat cepat pula. Teknologi yang membuat masyarakat dunia yang terintegrasi tanpa batas telah mempercepat interaksi dunia yang makin masif dan dinamis. Oleh karena itu kemajuan dan peningkatan mutu sekolah ke depan akan sangat bergantung pada kemajuan sekolah menguasi teknologi informasi.
Itulah sebabnya sekolah perlu menetapkan standar kompetensi dalam penguasaan ilmu pengetahuan, menerapkan pengetahuan, serta mendayagunakan teknologi yang menjadi target pengembangan mutu dengan target waktu yang terukur.
Gambar  mendeskripsikan  siklus pengembangan mutu dalam meningkatkan kompetensi pendidik dan tenaga kependidikan
Siklus peningkatan mutu memerlukan  indikator yang ditetapkan bersama sebagai kebijakan untuk menentukan  sasaran, sistem evaluasi diri, sistem data, meningkatkan kapasitas pembaharuan melalui pembelajaran pendidik dan tenaga kependidikan, dan pelaksanaan peningkatan mutu dapat dilakukan melalui berbagai aktivitas pengembangan.
Yang perlu diperhatikan lebih lanjut adalah pentingnya meningkatkan pemahaman bahwa dalam sistem manajemen moderen selalu memiliki dua sisi kegiatan yang terintegrasi yaitu mengembangkan fungsi fungsi manajemen yang meliputi perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi yang  dibuktikan dengan administratif di satu sisi dan kegiatan substantif di sisi lain.
Pada gambar terlihat kegiatan berproses pada sisi manjemen.Siklus itu meliputi terwujudnya dokumen perencanaan sebagai kegiatan tindak lanjut. Pelaksanaan program. Monitoring dan evaluasi kegiatan. Dan, tindaklanjut perbaikan mutu.
Jika yang berproses adalah dalam kegiatan pembelajaran maka aspek substantif itu berkaitan dengan kompetensi pedagogis pendidik. Di antaranya menyangkut  peningkatan pemahaman mengenai bagaimana siswa belajar, bakat dan minat, keyakinan siswa, serta teknik pembelajaran yang disesuaikan dengan tipe belajar siswa.
Latihan dua;
Apakah sekolah melakukna kegaitan-kegaitan seperti di bawah ini?
  • Pendidikan
  • Pelatihan
  • Workshop
  • Pengorganisasian
  • Penilaian Kinerja
  • Penelitian
  • On the job training
  • Observasi Best Practice
  • Pemberdayaan TIK
Apakah kegiatan itu telah memenuhi harapan?
  • Adakah hal mendesak yang diperlukan untuk mengembangankan  keterampilan terbaik?
  • Apa yang sebaiknya guru-guru lakukan?
  • Apa yang seharusnya Anda lakukan?
  • Apa yang sebaiknya siswa lakukan?
Ketiga; Pengembangan Mutu Berbasis SKL
Peningkatan mutu dapat menggunakan indikator mutu lulusan sebagai poros pembaharuan. Seluruh komponen standar dikembangkan untuk menunjang terwujudnya SKL. Model ini dapat dikembangkan dalam tabel evaluasi berikut;
Sekolah bertaraf internasional wajib memenuhi standar SKL. Permendiknas 78 tahun 2009 menggariskan sekolah sekurang-kurangnya menghasilkan lulusan yang memenuhi standar nasional yang diperkuat dengan keunggulan kompetitif dan kolaboratif pada tingkat internasional, Toefl 7,5 (computer based), pemberdaya TIK.
Untuk mengetahui sejauh mana sekolah memenuhi kriteria yang digariskan, instrumen di bawah ini dapat memandu sekolah merumuskan profil kinerjanya  dalam memenuhi kebutuhan peningkatan mutu lulusan.
Latihan tiga
Apakah kurikulum, silabus, RPP, pembelajaran, penilaian telah memenuhi standar agar menghasilakan mutu lulusan sesuai dengan harapan sekolah?
Apa kelemahan dan kekuatannya? Bagaimana sekolah melakukan perbaikan mutu?
Sekolah yang efektif, menetapkan target mutu mengembangkan pengetahuan dan keterampilan pendidik dan tenaga kependidikan yang jelas dan terukur. Kaidah yang umum digunakan dalam hal ini adalah memenuh kaidah SMART ( spesific, measurable,  attainable, realistic, and timely)
Latihan empat;
Apakah kegiatan penetapan target perencanaan, pelaksanaan, evaluasi pembelajaran telah memenuhi kriteria SMART? Indikator apa yang Saudara gunakan?
Latihan lima
Berdasarkan data hasil evaluasi, adakah ide-ide baru yang perlu Saudara kembangkan terutama dalam meningkatkan mutu pembelajaran seperti dalam  penguasaan materi pelajaran, pengusaan teknis mengajar, teknik evaluasi, supervisi sebagai bagaian dari sistem penjaminan mutu, dan pengelolaan sistem dokumen?
Kempat,  Meningkatkan Penjaminan Mutu Proses
Baik sedari input dan proses akan menghasilkan output yang baik. Namun demikian dalam teori manajemen  sebagaimana diyakini pengelola ISO bahwa proses yang baik lebih besar pengaruhnya pada output daripada input. Oleh karena itu ISO memberi penekanan pada sistem penjaminan mutu itu dalam proses.
Karena mutu sangat bergantung pada proses yang baik maka lembaga perlu menjamin bahwa seluruh rencana yang dikembangkannya dan target yang ditetapkannya dapat dilaksanakan dengan baik. Indikator proses yang baik adalah proses yang dapat dipastikan mengarah pada pencapaian tujuan. Oleh karena itu dalam penjaminan mutu tiap lembaga perlu menetapkan indikator operasional sebagai kriteria pencapaian proses.
Dengan menggunakan indikator operasional itulah pada akhirnya sekolah menilai dan memastikan bahwa seluruh proses berjalan sesuai dengan target dan mengarah pada tujuan.
Latihan enam:
Coba buatlah contoh indikator operasional yang memenuhi kriteria keberhasilan pada
  • Perencanaan pembelajaran
  • Pelaksanaan pembelajaran
  • Penilaian
  • Pengembangan daya konpetisi siswa
Kelima, Peningkatan Mutu Berbasis Data
Program sekolah yang ideal yang dikembangkan dari hasil evaluasi sehingga dikembangkan dari kondisi nyata yang diketahui untuk mencapai kondisi yang diharapkan.
Pernyataan di atas berkaitan pula dengan pentingnya peran guru maupun MGMP pada tiap mata pelajaran dalam usaha mendongkrak mutu sekolah. Oleh karenanya sekolah perlu memantau dan meperhatikan data kinerja pada tiap mata pelajaran. Sehubungan dengan kepentingan itu, maka sistem informasi atau sistem pengelolaan menjadi bagian yang sangat kritis dalam pengelolaan mutu. Tanpa dukungan data yang akurat pengambilan keputusan menjadi tidak efektif.
Gambaran itu menyiratkan bahwa sekolah yang tidak melakukan supervisi, evaluasi serta tidak mengelola data hasil evaluasi  secara efektif menunjukkan bahwa ketertinggalannya.
Kondisi ini mengingatkan setiap sekolah untuk mengembangkan organisasi berbasis data dengan dukungan TIK i.
Latihan Ketujuh:
Jika gambar di atas dapat menggerakan inspirasi Saudara, kelemahan apa yang melekat pada sekolah ini? Solusi apa yang sebaiknya sekolah ini lakukan.
Keunggulan dan potensi apa yang sekolah ini telah wujudkan?
Evaluasi;
Sebagai penutup pelitih memeninta peserta menjawab pertanyaan berikut secara lisan dengan ringkas dan jelas untuk mengetahui kinerja belajar peserta.
  1. Apakah mutu sekolah itu?
  2. Mengapa sekolah perlu mendefinisikan mutu lulusan?
  3. Bagaimana definisi mutu lulusan dapat menjadi pemicu gerakan peningkatan mutu SNP?
  4. Mengapa penjaminan mutu itu penting?
  5. Adakah katerkaitan antara penjaminan mutu dengan pendekatan proses?
  6. Langkah apa yang perlu sekolah lakukan dalam melaksanakan penjaminan mutu?
  7. Apa yang menurut Saudara di sekolah ini dalam peningkatan dan penjaminan mutu?
  8. Apa yang sebaiknya ditingkatkan?
  9. Bagaimana sekolah ini sebagai penyelenggara RSBI memilih menerapkan strategi meningkatkan mutu?
Materi disampikan dalam pelatihan pendidik dan tenaga kependidikan SMAN 13 Jakarta pada tanggal 5 Juni 2010. (Admin; Dr. Rahmat)

SK-KD

Mata Pelajaran Agama Islam :
Mata Pelajaran Agama Kristen :
Mata Pelajaran Agama Katolik :
Mata Pelajaran Agama Hindu :
Mata Pelajaran Agama Budha :
Mata Pelajaran PPKn :
Mata Pelajaran Bahasa Indonesia :
Mata Pelajaran Bahasa Inggris :
Mata Pelajaran Matematika :
Mata Pelajaran Fisika :
Mata Pelajaran Biologi :
  • download id=”2170″]
Mata Pelajaran Kimia :
Mata Pelajaran IPA :
Mata Pelajaran Sejarah :
Mata Pelajaran Geografi :
Mata Pelajaran Ekonomi :
Mata Pelajaran Sosiologi :
Mata Pelajaran Antropologi :
Mata Pelajaran IPS :
Mata Pelajaran Seni Budaya :
Mata Pelajaran Penjas :
Mata Pelajaran TIK :
Mata Pelajaran Keterampilan :
Mata Pelajaran Program Studi Bahasa :
Mata Pelajaran Bahasa Program Studi Pilihan :
Mata Pelajaran Kewirausahaan SMK – MAK :